Sabtu, 29 Oktober 2022

Sebatas Kata

 

Semuanya berakhir dengan sepatah kata. Kita akhiri disini. Mengucapkannya bukanlah hal yang mudah. Dipenuhi perjuangan usai menahan perih yang terkubur dalam dada. Teramat dalam hingga akal pun tak mampu mencerna segala hal dengan jernih. Tanpa disadari pandangan ini telah membuta dalam ribuan purnama.

Entahlah apa mau semesta. Mungkin semuanya terjadi karena alam mau mengajarkan sesuatu. Disesali pun juga sia-sia. Ribuan purnama telah berlalu. Namun, raga ini hanya mampu menerima bahwa semuanya telah berlalu. Sanubari membisikkan untuk berbahagia. Berbahagialah karena jiwa dan raga terlepas dari racun yang mematikan.

Uniknya, racun yang telah dinikmati terasa nikmat. Setelah dilalui, dampaknya mematikan perlahan. Layaknya gelas yang dinodai oleh sabun. Lalu air pun mengaliri untuk membersihkan semua noda yang melekat di gelas.

Dikala melangkah ditemani teriknya mentari. Dahaga pun menusuk tenggorokan ini. Sepanjang kaki ini melangkah pun hanyalah seorang diri. Namun, air pun menghampiri dan menyirami keringnya kerongkongan. Air pun hadir memuaskan dahaga yang amat menyesakkan.

Begitulah sang waktu menyerap semuanya untuk bangkit menjadi pribadi yang lebih baik. Berterima kasihlah kepada sang waktu atas kesempatan yang diberikan. Demikianlah sebatas kata bersama heningnya malam yang didampingi bintangnya.

 

Kamis, 28 Juli 2022

Patung Berjalan

Kali pertama memandangnya, hati ini menggelorakan kasmaran. Hingga sang wajah tak kuasa menahan ronanya pipi. Bayangan dalam angan selalu menuju padanya. Diam, lugu dan piawai. Sayang, piawai secara materi namun selalu bungkam mulutnya ketika berada di khalayak ramai. 


Ribuan purnama pun berlalu bersamanya. Entahlah kenapa mata ini buta selama itu. Berapa juta sel di otak gugur akan kepandiran ini. Canda tawa yang menghiasi hari bersamanya kini redup dan mati seketika. Tak kuasa lagi untuk merasakan apa itu cinta.


Ternyata selama ini dipenuhi tipu muslihat. Membatu jiwanya. Bagai batu yang diukir oleh pemahatnya. Merasa paling sempurna. Seakan-akan dunia seperti dalam serial drama. Dikendalikan berdasarkan apa yang kita mau. Nyatanya dunia tak selamanya indah seperti ego kita.


Kala itu, kaki melangkah bersamanya yang sedang asik bersama dengan dunianya. Seolah-olah dunia milik sendiri. Tiada yang berhak menguasai dunianya. Tak peduli apa yang terjadi di sekelilingnya. 


Setiap petua datang padanya selalu ditolak. Betapa maha benar dirinya. Bagaimana pun dunia hanyalah atas kendalinya. 


Raganya pun berkata,

"Akulah patung terindah yang telah dibuat oleh sang pemahat terhebat. Layaknya Leonardo da Vinci menorehkan warna di wajah Monalisa."


Demikian sebuah gambaran dari sosok patung berjalan. Betapa indahnya hempas waktu bersamanya. Kesia-siaan merenggut akal sehat ini. Rangkaian kata ini menggambarkan betapa indahnya dikala itu. Disini sebuah pencerahan menyinari gelapnya mata akan sebuah kasih. Kasih yang tak berujung tak selamanya menjadi kebaikan.


Jakarta, 29 Juli 2022

Mau jadi badut.


Windy N

Minggu, 19 September 2021

Sesaat

"Kamu nggak pernah tau selama ini aku cuma bisa diam untuk meredam semuanya!"


"Kamu nggak pernah sadar kalo aku kangen kamu!"


"Lalu, aku harus apa?"


"Nggak tau, pikir aja sendiri!"


Sebuah percakapan yang terjadi di dalam layar digital didampingi kepala yang panas akan amarah tak karuan. Malam yang hening terasa memanas atas situasi ini. Entah aku merasa bodoh karena merindukannya teramat dalam. Situasi saat ini mencekamku melalui wajahnya yang terngiang dalam anganku. 


Hal ini membuatku semakin membenci diriku. Aku hanya ingin kamu sadar aku membutuhkan perhatianmu. Rasanya tak kuasa menahan semuanya seorang diri.


"Ya sudah, berarti caraku nggak ada yang salah yaaa?"


"Percuma ngomong panjang lebar sama lu! Berasa ngomong sama batu!"


Tak sengaja kalimat mematikan itu pun terlontar.


"Aku capek sama kamu, kita akhiri aja semuanya!"


"Sayang, jangaaan…"


"Aku capek sama kamu!"



Lalu…


"Yauda, baik-baik kamu disana. Maafin aku nggak bisa jadi cowok yang baik buat kamu."


Aku pun tak peduli dengan kalimat tersebut. Kumatikan ponselku lalu ku tinggal tidur. Keesokkan harinya, aku merasa biasa saja dan merasa seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Tak ada sepatah kata "selamat pagi" darinya. Kupikir dia memahamiku untuk me time karena aku sedang marah. Kemudian, aku bergegas untuk menuju kelas. Kelas pun berjalan dengan kondusif dan tidak ada yang menarik.


Usai kelas, aku pun bergegas untuk pulang. Tak sengaja aku berpapasan dengannya di suatu lorong. Dia hanya melihatku. Aku pun sebaliknya. Namun, tak ada sepatah kata pun terlontar memanggil namaku. Dada ini pun bergemuruh. Apa yang terjadi tadi. Perkataan mematikan itu terwujud. Berakhir. Ya, berakhirlah.


Hari pun berganti… 


Tiada lagi pesan darinya muncul di ponselku. Bahkan ketika berpapasan pun ia mulai buang muka padaku. Awalnya semua terasa seperti tidak ada sesuatu. Semakin lama dada pun perih. Rasanya ingin menjerit. 


Tanpa disadari mata pun terasa berair. Aku pun bergegas ke toilet dan duduk di atas kloset. Mengambil secarik tisu dan berusaha semaksimal mungkin tidak mengeluarkan suara. Sesak dan rindu pun bercampur aduk atas kebodohan ini. 


Dan berpikir ulang, andai semuanya bisa terulang kembali. Pasti tidak akan terjadi. Dasar bodoh. Seringkali aku memaki kebodohanku dengan kata itu.


Tik.. Tik.. Tik…


Hujan pun membasahi jalanan. Aku pun bergegas mencari tempat untuk berteduh. Kemudian aku memilih untuk menghampiri coffee shop. 


Mataku yang samar-samar sebagai penderita miopi pun terarah pada sosok lelaki. Kulihat dia yang sedang tertidur karena lelah betapa rumit tugasnya. Memang kebiasaan dia, dimana saja tidur. 


Aku pun tak kuasa menahan rindu ini. Akal sehatku makin menggila. Kudekati ia perlahan dengan langkah kecil. Lalu, kukecup kepalanya dan hati ini menjerit. 


Aku mencintaimu, sayang.


Syukurlah, ia masih tertidur pulas. Aku pun bergegas untuk menghindarinya. Aku sadar aku memang bodoh melakukan hal tersebut. Aku sadar bukan siapa-siapanya lagi. Tapi, biarlah aku mencintainya dalam diam. 



Dalam mimpi, 19 September 2021

Sabtu, 18 September 2021

Dewasa

Malam nan sunyi ditemani kerinduan sang jangkrik yang mungkin menyandungkan kerinduannya pada sang kekasih. Seketika teringat hal apa yang sudah lama tak pernah aku lakukan. Menulis isi hatiku dan menjadikannya sebuah karya. Ya, itu benar. Hanya saja saat ini kewajibanku sebagai sebuah siswa dengan jabatan tinggi yaitu mahasiswa membuatku lupa akannya. 


Langkah pun perlahan terhempas oleh waktu yang tak pernah lelah untuk melaju sepanjang masa. Aku terlalu menikmati waktu yang kuhabiskan bersamanya tanpa menyuratkan cintaku yang sesungguhnya padanya. Tak terasa bahwa menjadi sosok yang dewasa dalam suatu hubungan yang sehat bukanlah hal yang mudah. Ada kalanya cemburu merajai ego. Pikiran yang kalut pun tak sengaja menyulut amarah. Semuanya memang tak mudah untuk dilalui. Ia hanya menekankan dan memintaku satu permintaan. Percaya. Hanya satu kata itu saja. 


Hal tersebut tak semudah aku jalani dengan diriku yang memiliki isu kepercayaan pada orang. Memang gila bagiku, untuk mempercayai suatu hal perlu dibuktikan dengan bukti nyata dan konkrit. Akhirnya, insting pun yang bertindak atas segalanya. Lelah memang menjadi sosok yang mudah curiga hingga pikiran aneh pun sering memerangi kepala ini. 


Hal ini mengingatkan diriku yang amat lugu. Janganlah terlalu berharap kepada manusia, manusia bisa berubah seiring berjalannya waktu dan situasi. Setelah ku pelajari, perihnya terlalu berharap padanya bisa saja berujung ke kesehatan mental hingga berbagai penyakit menyerang raga ini. Hal ini amat susah untuk dilakukan dan membuatnya bersih seutuhnya dari jiwa. Mengampuni. Forgive but can't forget. Sulit rasanya mengampuni dan berdamai dengan perih di dada. Namun aku percaya, waktu dan kemurnian sanubari lah yang menjawabnya. 


Alhasil, semua mampu kualihkan bersama kesibukanku yang menurutku terkadang kurang kerjaan. Melihat halaman di media sosial yang dipenuhi dengan apapun hal yang berkaitan dengan kesehatan mental. Itulah hal yang aku suka. Membagikan hal yang masyarakat awam kurang paham dan stigma pun menyelimutinya. Miris jiwaku pada mereka yang membutuhkan dukungan kita di situasi sulit seperti depresi. Namun orang di sekitarnya pasti menganggapnya kurang beribadah maupun terlalu memikirkan hal yang berlebihan. Seharusnya kita berada di sisinya dan membuatnya bangkit dari keterpurukan. Bukan terjatuh hingga terperosok ke jurang kekelaman.


Ditambah dilemanya akan masa depan. Aku harus apa. Bagaimana untuk bisa mencapai mimpi setinggi angkasa. Terkadang lingkungan pun tidak mendukung. Rasanya semesta tidak pernah menganggap kehadiranku di dunia ini. Sulitnya mencari jati diri bersama lingkungan yang menganggapmu seperti alien terdampar di planet lain. 


Diacuhkan tanpa alasan yang konkrit. Diremehkan. Aneh. Mereka yang melihatku dengan jijik. Inilah telah menjadi sahabatku. Seringkali aku merefleksikannya. Apa salahku yang membuat mereka seperti itu. Tidak, mau mereka memenjarakan pikiran untuk terjatuh. Kusadari usai berperang menuju kehidupan yang sesungguhnya.


Hanya satu kalimat mengingatkan kebimbanganku. Masa lalu tidak mempengaruhi bagaimana masa depanmu. Namun langkah dan pilihanmu saat ini yang menentukan masa depanmu. Entah kalimat ini muncul tiba-tiba dalam doaku di malam bersama rumitnya pergumulan.


Sebelumnya, terima kasih malam untuk memberiku kesempatan untuk bersua. Lega rasanya untuk menyuratkan penat menjadi sebuah karya. Selamat bermimpi indah. Semoga mimpi menjemputmu di masa mendatang.




Planet lain, 19 September 2021


Kamis, 25 Juni 2020

Lagu untuk Mama

Inilah kisah Kenny, si gadis yang memiliki talenta yang tersirat karena sang Mama yang memiliki kenangan yang pahit karena Papa penyanyi terkenal yang kini bersama bunga harapan lainnya.

Agar semua memori itu terkubur teramat dalamMama pun tidak mengenalkan Kenny pada dunia tarik. Alhasil, semakin beranjaknya usia Kenny gadis kecilnya pun mulai mencari jati dirinya. Lalu, bertemulah ia dengan potensinya dalam tarik suara. 




Dibalik gulitanya malam, terdengar alunan melodi menyenandungkan nada. Kenny menulis sesuatu sambil menyandungkannya.


Kenny: nanana… nana.. nana..


Tiba-tiba mama menghampirinya dan menamparnya


Plak!


Mama: “Jangan coba-coba mama dengar kamu nyanyi lagi!”
Kenny: (meringis dan memegangi pipinya) “Apa salahnya dengan menyanyi, Ma?”
Mama: “Kamu berani melawan ya?!” (mata melotot, tangan pun terangkat untuk siap-siap menampar)
Kenny: (meringis sambil memegangi pipinya) “Ampun, Ma. Jangan tampar Kenny lagi.”
Mama: (mendekat dan melotot) “Kalo nggak mau ditampar, jangan sampai Mama dengar kamu nyanyi lagi!”


Kenny hanya bisa mengganguk dan menurutinya. Kenny tak mengerti mengapa mamanya melarangnya bernyanyi. Malangnya, Oh Kenny…
Suatu hari ia sedang duduk dan menulis sebuah lagu. Entahlah kepalanya terasa pusing.


Kenny: (memegangi kepalanya) “Duh kenapa jadi gini.”


Diam-diam, ia menemui dokter Gunawan yang kebetulan kerabat mamanya


Dokter: “Hei, kamu tumben-tumbennya kemari. Ada masalah apa?”
Kenny: “Aku nggak tau kenapa kepala aku pusing banget. Pusingnya nggak seperti biasanya kurasa, Dok.”
Dokter: “Mari kita periksa dulu”


Dokter Gunawan pun memeriksa Kenny.


Dokter: “Mungkin kamu kecapekan aja, saya kasih kamu obat pereda sakit kepala.” (menulis resep)
Kenny: “Iya, Dok.”
Dokter: “Kamu harus istirahat yang cukup, jangan banyak mikirn hal yang bebanin pikiran kamu.”


Kenny hanya mengangguk, lalu ia memberikan resep obatnya ke apoteker.
Di saat menunggu obat ia bertemu dengan Ivan, kakak kelasnya.


Ivan: “Hei, Ken.”
Kenny: “Hei, Van. Siapa yang sakit?”
Ivan: “Nunggu Tesa nih, hehe.”
Kenny: “Oh, Tesa sakit apa?”


Tak lama kemudian, Tesa pacar Ivan yang super manja dan cemburuan pun datang.


Tesa: “Lo ngapain berduaan sama Kenny?!”
Ivan: “Tes, ini gak seperti yang lo ki…”
Tesa: “Oh, jadi ini kerjaan lo selama ini di belakang gw? Oke, kita putus!”
Ivan: “Tes…”


Lalu Tesa pergi.


Ivan: “Tesa! Ken, duluan ya.”


Lalu Ivan mengejar Tesa dan tinggallah ia seorang diri.
Kenny pun hanya menggeleng kepala atas kelakuan Tesa yang salah paham akan mereka berdua.
Hingga Tesa pun seinstan itu mengakhiri hubungan mereka.


Apoteker: “Atas nama Kenny.”


Namanya disebut lalu Kenny mengambil obatnya, apoteker pun memberi anjuran minumnya lalu Kenny pulang. Sesampai di rumah, mamanya menunggunya.
Mama: “Dari mana aja kamu?!”
Kenny: “Cuma jalan-jalan ke toko buku, Ma.”
Mama: (geram dan melotot) “Bohong kamu!” 


Lalu Mama menampar Kenny.


Mama: “Jangan coba-coba Mama tahu kamu nyanyi di belakang Mama!”


Kenny menangis sesendu mungkin, di kamarnya ia meluapkan emosi dengan menulis sebuah lagu berjudul Cinta Untuk Mama.


Kenny: “Walau gimana pun mama, aku sayang Mama. Aku gak peduli apa yang mama lakukan ke aku, itu mengaliri cintaku untuk Mama.”


Usailah air mata membanjiri Kenny bersama sang senja melalui sebuah rangkaian kata yang menjadikan deretan lirik yang menyuarakan suara hati terdalam Kenny.


Pak Diro selaku  kepala sekolah Kenny yang menjadi ketua panitia pelepasan kelas pun mencari siswa yang pantas untuk mengisi acara untuk menyanyikan sebuah lagu yang menyentuh di acara tersebut. Suatu Pak Diro pun memanggil Kenny. 


Kenny: “Ada keperluan apa Bapak memanggil saya?”
Pak Diro: “2 minggu lagi akan diadakan acara pelepasan siswa kelas 12, disini dibutuhkan perwakilan siswa untuk tampil. Apakah kamu bersedia untuk mengisi acara pelepasan?”
Kenny: “nnn…nyanyi, Pak?”
Pak Diro: “Saya harap kamu bisa berpartisipasi.”
Kenny: “Hmmm, nanti saya pikirkan kembali, Pak.”
Pak Diro: “Saya tunggu, loh.”


Seiringnya langkah, Kenny pun tenggelam dalam pikirannya.


Kennyi: (dalam hati) “Apakah mungkin aku bisa mengisi acara pelepasan? Kalau ketahuan Mama aku bisa kacau.”


Ketika Kenny berjalan menuju kelasnya, tiba-tiba Tesa dan Laura menghampirinya.


Tesa: (mendorong bahu Kenny) “Heh, apa-apaan lo hadap ke bokap gue? Ngadu? Hmmm… jangan-jangan lu isi acara pelepasan?! 
Laura: (menatap Kenny dengan sinis) “Hah, emang bisa apa lo kalo isi pelepasan, hahaha. Jadi jayus?”


Mereka tertawa terbahak-bahak, tetapi Kenny lebih memilih diam daripada meladeni mereka. Apalagi sejak kesalahpahamannya dengan Ivan di klinik. Tanpa mereka sadari, Ivan menguping pembicaraan mereka, karena perlakuan mereka terhadap Kenny di luar batas wajar Ivan pun menghampiri mereka.


Ivan: “Tesa! Kok lo gitu sih, ke Kenny? Apa salah Kenny ke lo?”
Tesa: (melototi Ivan) “Heh, ini urusan gue sama dia, nggak usah lo ikut campur!”
Ivan: (membentak Tesa) “Ini jadi urusan gue, awas aja kalo lo berani macam-macam sama Kenny!”
Laura: (menepuk tangan) “Oh, jadi gara-gara  kenny kalian putus? Good, then. Dasar kalem-kalem ternyata pelakor, hahaha.”
Tesa: (matanya mendelik) “Yups, that’s right! Ini nggak sebanding dengan hubungan gue sama Ivan.”
Ivan: (menunjuk ke Tesa) “Sekali lagi lo sakitin Kenny, nggak segan-segannya gue lapor ke Pak Diro.”
Laura: (matanya melotot ke Ivan) “Coba kalo berani!”
Ivan: “Nantangin? Silakan! Yuk, cabut dari sini, Ken.” (menggandeng tangan Kenny)


Ivan membawa Kenny pergi dari Tesa dan Laura.


Kenny: “Sorry, ya gue udah nyusahin lo.”
Ivan: (memegang bahu Kenny) “Lo nggak apa-apa, kan?”
Kenny: (tersenyum) “I’m okay, Van.”
Ivan: (melambaikan tangan) “Btw, gue ke kelas dulu ya.”

Mereka pun kembali ke kelas mereka masing-masing. Sepulang sekolah Kenny menuju aula untuk latihan untuk acara pelepasan.
Ia menunjukkan karya ciptaannya ke Pak Tio selaku guru seninya. Setelah Pak Tio melihatnya, ia menyetujuinya.


Pak Tio: “Saya suka karya kamu. Cocok sekali untuk pelepasan, karena lagu ini sebagai ucapan terima kasih kepada ibu. Selain guru, orang tua juga terutama ibu yang memiliki jasa yang teramat besar bagi hidup kita.”
Kenny: (tersipu malu) “Hehehe, Bapak bisa aja.”
Pak Tio: “Saya rekomendasikan kamu untuk menyanyikan lagu ciptaanmu ini.”


Akhirnya, Kenny pun mengikuti saran dari Pak Tio dan latihan untuk mempersiapkan pelepasan siswa kelas 12. Usai pulang, ia harus menghadap mamanya 


Mama: (ketus) “Kamu kemana aja sore-sore gini baru pulang?!”
Kenny: (menunduk) “A… aku ada kerja kelompok dadakan. Maaf ya, Ma aku nggak ijin.”
Mama: “Awas ya kalo Mama dengar kamu latihan bernyanyi”
Kenny: “Mama udah bilang bera…”.
Mama: (membentak Kenny) “Diam kamu!”


Lalu Kenny ke kamar sambil tersedu-sedu hingga Mama tidur. Setelah Mama tidur, diam-diam Kenny menyanyikan lagu ciptaannya. Suatu hari, Mama datang ke sekolah dan berpapasan dengan Pak Diro.


Pak Diro: “Mari, Bu.” (sambil tersenyum ramah)
Mama: “Permisi, Pak. Apakah Bapak melihat Kenny anak saya?”
Pak Diro: “Oooh, kalau tidak salah saya melihat Kenny berada di aula sedang latihan menyanyi untuk acara pelepasan.”
Mama: (geram dalam hati) “Keterlaluan kamu, Kenny!”
Mama: (tersenyum terhadap Pak Diro) “Baik, Pak. Saya permisi dulu.”


Mama pun terdiam dan emosi seketika mendengar pernyataan itu.
Usai latihan acara pelepasan, Mama mendatanginya.


Kenny: (kaget) “Mama.”.
Mama: (ketus) “Ayo pulang!”


Mereka pulang bersama, sesampai di rumah…


Mama: (menampar kenny) “Plak!”
Kenny: (memegangi pipinya) “Duh..”
Mama: (membentak Kenny) “Kamu udah bohongi Mama, Mama bilang kamu jangan nyanyi lagi!”


Tiba-tiba kepala Kenny pusing memberat. Lalu ia bergegas pergi ke klinik.


Mama: “Kenny! Kamu mau kemana?!”


Sesampai di klinik, ia menghampiri dokter Gunawan.


Dokter Gunawan: “Ada apa denganmu, Kenny? Kamu terlihat teramat tergesa.”
Kenny: (memegangi kepala) “Kepala saya sakitnya semakin memberat, Dok.”
Dokter: “Alangkah baiknya, kita langsung scan kepalamu saja biar mengetahui kondisimu.”


Setelah discan dengan MRI, Dokter Gunawan pun terkejut dengan hasilnya.


Dokter Gunawan:(menunduk dan melembut) “Maaf, saya tidak tega melihat kamu mendengarnya.
Kenny: (memelas) “Memangnya ada apa, Dok?”
Dokter: “Kamu terkena radang otak stadium akhir. Memang gejalanya tidak diketahui dengan pasti. Apa kamu sering terkena benturan keras?”


Kenny hanya terdiam.


Dokter: “Baiklah, sekarang kamu pulang dan istirahat.”


Kenny menerima kenyataan pahit dengan seorang diri. Akhirnya ia pun pulang ke rumah.


Mama: “Kamu darimana?” (ketus)
Kenny: “Maaf Ma, tadi buru-buru beli obat.”
Mama: “Ya sudahlah, istirahat sana.”


Akhirnya Kenny kembali ke kamar dan segera tidur.
Seminggu kemudian, acara pelepasan pun tiba, Kenny mempersiapkan diri untuk tampil.
Disaat bersiap-siap, Laura dan Tesa menemuinya.


Laura: (menyentuh wajah Kenny) “Ken, lo kayaknya ada yang kurang deh.”
Tesa: (melirik Kenny) “Iya, sini gue makeup lagi.”


Kenny hanya menurut dan mereka membuat penampilan Kenny bagai badut.


Laura: (tertawa terbahak-bahak) “Rasain lo! Lagian main-main dengan seorang Tesa.”
Tesa: (melirik Kenny sinis) “Biar lo tau rasanya seperti cowok gue lo direbut.”


Dibalik ruang rias, Ivan menghampiri mereka.


Ivan: (melabrak Tesa dan Laura) “Tesa! Laura! Kalian makin hari keterlaluan. Gue nggak segan-segan melaporkan perlakuan lu ini ke bokap lu!”


Mereka hanya diam dan tersipu malu atas perbuatan mereka. Lalu, Ivan mengambil tisu basah untuk mengelap wajah Kenny yang sedang tersendu-sendu.


Ivan: (mengelap wajah Kenny) “Ken, lo nggak apa-apa kan? 


Kenny hanya menangis dan mengangguk. Bagi Ivan, bersama Keny ialah hal yang spesial dalam hidupnya. Meskipun Tesa dan Laura tiada hentinya memperlakukan Kenny semena-mena, Kenny pun tetap tegar dan diam seribu bahasa. Tak lama kemudian, nama Kenny dipanggil untuk tampil.


Pak Diro: “Kepada ananda Kenny silakan ke atas panggung.”


Kenny naik ke atas panggung dan bernyanyi. 


Apa yang ku berikan untuk mama
Untuk mama tersayang
Tak ku miliki sesuatu berharga
Untuk mama tercinta
Hanya ini ku nyanyikan
Senandung dari hatiku untuk mama
Hanya sebuah lagu sederhana
Lagu cintaku untuk mama
Apa yang ku berikan untuk mama
Untuk mama tersayang
Tak ku miliki sesuatu berharga
Untuk mama tercinta
Penonton merasa tersentuh mendengar nyanyian Kenny.
Mama pun menghadiri acara pelepasan dan menikmatinya. 


Hanya ini ku nyanyikan
Senandung dari hatiku untuk mama
Hanya sebuah lagu sederhana
Lagu cintaku untuk mama
Walau tak dapat selalu ku ungkapkan
Kata cintaku tuk… Mama...


Usai bernyanyi, kepala Kenny terasa berat sekali hingga tak tertahankan ia pun jatuh pingsan. 


Mama:”Kenny!”

Mama, Pak Diro dan Pak Tio membawa Kenny ke rumah sakit. Sesampai di rumah sakit, mereka menunggu di UGD


Perawat: (keluar dari ruang UGD) “Maaf ya Ibu, Pak. Ini dokternya lagi melakukan tindakan, mohon bersabar.”
Pak Diro: “Segera ya..”


Mereka pun menunggu antrian, pasien satu persatu pun dipanggil. Tiba-tiba Kenny terbangun.


Kenny: (mata pun terbuka perlahan) “Ma… Mama.”
Mama: “Kenny, syukurlah kamu sadar.” (memeluk Kenny)
Kenny: “Maafin aku ya, Ma. Aku tidak mendengarkan perkataan Mama.” (sambil menangis)
Mama: “Seharusnya Mama dari dulu bangga kalo anak Mama ini sangat berbakat dalam menyanyi.”


Ivan pun menyusul ke rumah sakit dan menemui Kenny.


Ivan: (tersenyum) “Hai Ken, lo nggak apa-apa, kan?”


Kenny hanya tersenyum lemah gemulai.


Mama: (mengelus rambut Kenny) “Ken, maafin Mama ya, Nak. Selama ini Mama selalu marahin kamu kalo menyanyi. Dulu Papa kan penyanyi terkenal, karena posisinya itulah ia meninggalkan Mama dengan wanita lain disaat dia naik daun.
Kenny: (tersenyum kepada Mama) “Sudah biarkanlah Ma, itu telah berlalu. Mama harus lupain itu ya Ma, biar Mama lebih tenang.”


Mama pun memeluk Kenny, kemudian Mama meninggalkan Kenny bersama dengan Ivan.
Ivan pun berusaha untuk mengemukakan perasaannya. 


Ivan: “Ken, sebenarnya dari awal gue…”


Sakit kepala Kenny terasa hebat.


Kenny: (memegangi kepala) “Duh…”


Tak lama kemudian, Mama pun menghampiri Kenny.


Mama: “Kenny!”


Tiba-tiba Kenny tak sadar diri.


Mama: (menggoyangkan tubuh Kenny) “Kenny! Bangun, Nak!”
Ivan: “Ken, bangun Ken!”


Mama pun segera memencet bel untuk memanggil perawat dan dokter.
Tak lama kemudian Dokter Gunawan pun menghampiri Kenny dan mengecek kondisinya.


Dokter: Maaf, Ibu. Kenny telah menghembuskan napas terakhirnya. Kami tidak bisa menolongnya. Selama ini, radang otak telah merenggutnya.


Kemudian, Mama, Ivan, Pak Tio dan Pak Diro pun larut dalam duka. 


Mama: (menangis) “Kenny!!!”


Ivan pun menahan air matanya atas kenyataan pahit yang ia terima. Pak Tio dan Pak Diro memberikan bela sungkawa kepada Mama atas kepergiaan Kenny.


Kini, Kenny telah pergi memijakkan kakinya bersama Sang Maha Kuasa. Disaat Mama berada di kamar Kenny, ia melihat karya ciptaan Kenny ialah Lagu Untuk Mama. 


Mama: (menangis) “Maafin Mama selama ini, ya Mak. Mama telah salah menilaimu, andai kamu masih hadir di sisi Mama, Nak.”

Akhirnya Mama pun menyesali segala obsesinya karena traumanya atas perlakuan Papa. Untuk urusan Tesa dan Laura, Pak Diro menjatuhkan hukuman skorsing atas perlakuan mereka. Walaupun Ivan telah jatuh hati  kepada Kenny, ia hanya berdoa agar Kenny bahagia di dunia akhirat. 






Created: April 2018

Revision: 23-25 Juli 2020
Revision II: 29 Oktober 2022



Winatuyy

Minggu, 21 Juni 2020

Penguat Tak Kasat Mata


Sebuah perbedaan yang menguat setubuh
Kekuatannya ialah saling tarik menarik
Bagai pembawa sumber energi
Demi satu tubuh bernama cinta

Cinta...
Apa itu...
Sebuah rasa yang dibalut oleh kasih mendalam
Melarut dalam dua sejoli dimabuk asmara

Bila cinta itu sesungguhnya nyata
Menjalin ikatan tak kasat mata
Melalui sanubari dan kenyamanan
Bersatulah mereka

Dan menguatkan satu sama lain
Meski badai mengacak-mengacaknya
Tetaplah ia sekokoh mangrove menghadang abrasi
Demi mengasihi jiwa yang penuh makna






Jakarta, 22 Juni 2020




        Winatuyy

Menahan

Dalam hening dan gulita
Bersama hembusan napas
Pandangan pun menutup dunianya
Hingga diafragma mengembang perlahan 


Sesak akan hiruk pikuknya problematika 
Bimbang amarah pun berpadu 
Demi menahan segala beban 
Dada pun kini menjadi sebuah tumpuannya


Hingga akhirnya bergemuruh bersama seorang diri
Untuk menahan keluh yang menyelinap
Perih pun menyelimuti perlahan 
Membalut pendaman rasa 







Jakarta, 21 Juni 2020




Winatuyy