Ketika kaki pun menyusuri deretan cemara menemani dalam sebuah perjalanan
Ya, rasanya sederhana meski segera berlalu
Kenangan pun mengiris dada perlahan
Membisikkan telinga untuk merindu sejenak
Entah mengapa klise tersebut memutar kembali
Berat...
Seberat tekanan di dada
Perih...
Seperih hati yang tergores air mata
Sakit...
Sesakit mengingat ia hadir kembali
Sayang...
Semua itu hanyalah kenangan
Lupakanlah dan menegarlah
Biarlah ia menyesal di kemudian hari
Bagaimana mungkin
Diri ini seolah karang dalam naungan sang ombak bergemuruh
Tabah dan kuatlah
Waktu pun segera mengulurkan tangannya
Ketika alam berkehendak
Biarlah daku menjadi kejora terindah di mata penjuru langit
Jakarta, 24 Juli 2019
Winatuyy
Seorang melankolis yang memainkan jemarinya melalui rangkaian kata dan berujung menjadi sebuah kesatuan dari kisah suatu kefanaan dunia. Selamat membaca^^
Selasa, 24 Desember 2019
Rindu dalam Sendu
Ketika rindu pun melanda
Dan dipandangnya figura dirinya
Senyum pun tergores dipenuhi makna
Terdiam pun seribu bahasa
Menyesakkan dada dalam sendu
Candu pun merajami seketika
Seakan ia hadir disini
Entahlah hal itu mungkin terjadi
Akal sehat ini pun segera mematikan fungsionalnya
Biarlah ilusi itu hadir
Mengarungi kehampaan
Yang tak kuasa dinahkodai seorang diri
Jakarta, 24 Juli 2019
(telah berlalu tapi masih saja dirangkainya)
Winatuyy
Dan dipandangnya figura dirinya
Senyum pun tergores dipenuhi makna
Terdiam pun seribu bahasa
Menyesakkan dada dalam sendu
Candu pun merajami seketika
Seakan ia hadir disini
Entahlah hal itu mungkin terjadi
Akal sehat ini pun segera mematikan fungsionalnya
Biarlah ilusi itu hadir
Mengarungi kehampaan
Yang tak kuasa dinahkodai seorang diri
Jakarta, 24 Juli 2019
(telah berlalu tapi masih saja dirangkainya)
Winatuyy
Minggu, 03 November 2019
Kagum
Bersenandung dalam hiruk pikuknya jalan raya di malam nan sendu. Langkah pun terasa mudah sebab kemacetan di sekitar merajalela. Meski dipenuhi keramaian, sepi pun menyelinap dalam benak.
Hasrat pun menyenggolku untuk mengetahui kabarnya. Kupikir untuk apa menganggunya, aku pun bukan siapa-siapa di kehidupannya.
Rasa penasaran pun merajai akal sehatku, akhirnya jemari pun mengetukkan namanya. Sebuah pertanyaan konyol di balik penasaran bagaimana dia hari ini. Bila ia masih menyatu bersama semesta
itu pun membuatku bahagia. Ia pun membalas tarian jemariku hingga aku merasa gila seketika. Entahlah jadilah menyuratkan goresan wajah. Menghiraukan apa kata dunia akan kebahagiaan yang bodoh ini.
Titik penasaranku pun belum tercapai, kini siapa nama yang mengukir di hatinya. Perih mendengarnya, tapi apa boleh buat untuk kelabuan kagum secara tersirat. Rasanya ingin mengenalinya
lebih dalam, tetapi ia sering mengatakan bahwa ialah yang terburuk. Ia tak layak mendapatkan hal yang terbaik, mendengarnya ingin kulempar bangku dari warung soto ayam di seberang. Cukup, ini memilukan! Apabila hal itu terlontar,
pasti ia akan terhapus dari lembaranku yang telah diwarnainya.
Mengaguminya adalah hal yang gila, entahlah dia seperti masa lalu yang menghantuiku. Apa yang dilontarkannya, aku menyukainya. Lembaran hari pun usang perlahan, aku menyadari bahwa aku
mengaguminya. Mereka di khalayak ramai mengatakan suka itu berujung cinta. Bagiku, suka memiliki banyak konteks. Tak selamanya suka menjadi suatu ikatan kekal.
Semakin merendah, pilu menyengatku kembali. Kehadirannya di dunia hanyalah fana, bisa dihitung dalam detik. Usai itu, ia akan hempas dan kenangan pun segera terukir di secarik kertas.
Tubuh pun kelu seketika, akal pun tak berdaya. Air mata pun menahan malu akan keramaian. Rasanya ingin menjerit, tapi apalah daya ini. Tak kuasa amarah bergejolak, namun aku hanya bisa diam. Dan berusaha untuk merapatkan jemari
untuk tak menyapanya.
Usailah tak kuasa menahan amarah, aku pun melangkah menuju tempat menumpu lelahku. Ditemani oleh gulita malam nan sunyi, sesunyi jiwaku kini. Kepala pun dirajami amarah dan bimbang.
Tak layak aku menghakiminya, aku bukanlah dewa semesta. Aku bukanlah Yang Maha Kekal, untuk apa. Untuk apa aku bersedih bila ia menghempaskan langkahnya di semesta. Apakah semesta menolaknya secara halus seperti yang ia katakan?
Aku tahu dialah spesial, hanya saja ia selalu merendah, merendah dan merendah. Tolonglah, jangan lakukan itu!
Jakarta, 4 November 2019
Winatuyy
Winatuyy
Sebatas Rasa
Karbon dioksida pun terhempas dari pembau, sebagai rasa syukur menikmati sejuknya fajar. Hening dan hangatnya mengalihkan sebuah pandangan penuh akan amarah. Meski seorang diri, hasrat
pun bergejolak menyorakkan untuk keluar dari palung kepedihan. Secepatnya pergi, biar usai amarah yang berusaha untuk membunuh akal sehat. Bersiap-siap untuk memantapkan langkah untuk menerima jalan baru. Menjadi pelita bagi
makhluk di semesta yang fana, mereka pastinya haus sebuah kemilau sebab suram melindunginya selama ini.
Bahagia dalam kefanaan ini pastinya butuh perjuangan, bermula dari kepiluan hingga membungkukkan rusuk dan nadi. Logika pastinya berlomba maraton untuk mencapai titik finish. Bila tidak bertemu, sudahlah pasrahkan kepada nasib. Hati pun semakin tidak memiliki rasa bagaimana manusia yang sesungguhnya. Usailah, pikirkan bagaimana menempuh tembok
menjulang tinggi di depan mata. Matangkan kognitif sejenak untuk mencari jalan keluar.
Aku pun berterima kasih kepada sang Ilahi memberikan pencerahan di kepalaku. Akhirnya semua terencana dengan lancar tanpa dihalangi apa pun. Melangkah dari gerbang Jahanam itu dengan
baik meski getaran di dada bergejolak amat hebat. Kaki pun terlempar dan hempas dalam hitungan detik. Dan jiwa terdalam pun menjeritkan sebuah perpisahan atas kepiluan tak berfaedah. Untuk apa merasakan kepiluan tak berbobot,
yang hanya menggerogoti akal sehat. Secara tidak langsung menyeret ke ruang yang hampa dipenuhi kegilaan seorang diri.
Kini, aku hanyalah seorang diri penuh kegundahan pun telah menemukan jati diri yang sesungguhnya. Setelah berpindah dari semesta berakal interior, seolah cemerlang bagai bayi yang baru
menatap dunianya. Keterpurukan usai seketika di detik itu menjadi tanda untuk memulai mencorehkan tinta di rangkaian baru. Marilah disini melangkah demi meraih keadilan yang hakiki dalam cita.
Jakarta, 3 November 2019
Winatuyy
Jakarta, 3 November 2019
Winatuyy
Sabtu, 02 November 2019
Senja dalam Amarah
Kaki melangkah menuju arah entah kemana tujuannya. Diselimuti sepoian angin dikala senja segera meredupkan kemilaunya. “Dimanakah keadilan berada? Haruskah selalu mengalah demi
ramuan racun dunia yang merajami kefanaan dunia ini?”, jiwa pun memaki dalam bayang. Tak kuasa menahan apa yang dirasa, semakin meracuni akal sehatnya. Ingin rasanya menghempaskannya dalam jurang demi sebuah keadilan,
agar ia tahu tak selamanya ego selalu berkuasa. Entahlah dimanakah logika sehatnya, selalu saja menyiksa demi egonya yang membatu. Sering mereka berkata sing waras sing ngalah . Usailah dengan kata itu, penuh kemanisan yang menyelinapkan kepahitan tiada tara.
Aku pun muak atas segalanya, ingin rasanya kefanaan dunia ini cepat berakhir. Bila aku melakukan hal itu, Yang Maha Kuasa mungkin tidak menerima hambaNya yang bodoh menghadiri wawancara
dari sang malaikat maut. Rasanya ingin membuang langkahku di rumah itu di masa mendatang. Pasti ia akan berkata, betapa sombongnya manusia satu ini. Dahulu dipenuhi kasih sayang, kini pergi seenaknya tanpa permisi. Apa yang
kau katakan? Kasih?! Dimanakah bukti kasih yang telah diberikan? Sebuah materi? Materi tiada artinya bagiku, aku hanya butuh perlindungan layaknya anak kucing dengan induknya.
Dasar racun! Merusak akal sehat ini saja, enyahlah kau dari hadapanku! Sudah lupakan
dia, ubah langkahku bersama ajudan kelabu hendak menahan perihnya di dada. Menikmati senja di ibukota ternyata seindah itu, meskipun itu hal yang sederhana terlalu dilebih-lebihkan. Heningnya pun menentramkan logika dan perasaan
yang bergemuruh seketika. Ditemani mango float dan spagetti semakin membuatku menikmati indahnya senja ini.
Memainkan jemari melalui keyboard seraya melegakan fungsional tubuhku. Seraya layar pun menguatkanku menghadapi segalanya.
“Tegarlah, kau pasti melewati semua ini. Kelak kau akan menemukan kebahagianmu yang sesungguhnya.”, layar notebook menyemangatiku dalam bayangku. Memang gila tapi apa boleh buat untuk meredam amarah sejenak. Daripada tiap benda di sekitarku menghantam akal sehatmu.
Jakarta, 2 November 2019
Winatuyy
Jakarta, 2 November 2019
Winatuyy
Langganan:
Komentar (Atom)